Tari merupakan bentuk keindahan yang
terselip dalam gerak tubuh, tatap mata dan emosi sang penari. Mungkin
alasan inilah yang dijadikan oleh orang tua banyak memberi “Tari” atau “Utari”
sebagai nama putri mereka. Estetika keindahan tari sudah tidak
diragukan lagi dapat memabukkan dan membuat takjud penikmatnya. Menurut
catatan sejarah seni tari di Indonesia lahir bersamaan sebagai media
pemujaan dan persembahan untuk dewa-dewa namun seiring perkembangan
fungsi utama tari tidak hanya sebagai media pemujaan saja tapi juga
menjadi hiburan.
Tari Pakarena berasal dari Kabupaten Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam bahasa Gowa ‘pakarena’ berasal dari kata ‘karena’ yang memiliki arti ‘main’ sedangkan imbuhan ’pa’ berarti ’pelakunya’.
Tari pakarena sering ditarikan keluarga kerabat Kerajaan Gowa sebagai
bentuk kecintaan Sultan Hasanuddin (Raja Gowa Ke XVI) pada tarian ini.
Tidak ada yang tahu pasti mengenai asal
muasal tarian ini namun cerita yang berkembang di masyarakat Gowa bahwa
tari pakarena berawal dari sebuah mitos yang menceritakan dua penghuni
negeri yang berbeda yaitu boting langi (negeri kahyangan) dan penghuni lino
(bumi). Diceritakan pada saat menunggu detik-detik perpisahan kedua
negeri ini, boting langi mengajarkan penghuni lino mengenai tata cara
hidup mulai dari cara bercocok tanam, beternak hingga cara berburu lewat
gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Akhirnya sebagai ungkapan
syukur penhuni lino kepada penghuni boting langi, penghuni lino meramu setiap gerakan tersebut menjadi sebuah tarian yang dikenal dengan tari pakarena.
Tari pakarena memiliki estetika gerakan
indah yang tersirat dalam setiap gerak tangan dan kaki si penari. Dalam
pementasannya, tarian ini selalu diiringi dua buah gendang,
kannong-kannong, gong, kancing dan sepasang puik-puik (suling) yang
dimainkan pemain musik pria yang biasanya berjumlah tujuh orang. Untuk
memukul gendang pemain musik menggunakan stik atau bambawa yang terbuat
dari tanduk kerbau dan juga menggunakan tangan. Suara hentakan yang
dihasilkan gendang menyiratkan watak pria Sulawesi Selatan yang keras.
Dalam beberapa versi lain, tarian ini juga diiringi oleh lantunan lagu.
Penari pakarena haruslah wanita yang
berjumlah empat sampai tujuh orang. Mengapa wanita? Karena tarian ini
pada dasarnya mencerminkan karakter wanita Gowa yang lembut, sopan,
setia, dan patuh. Mereka membalut keindahan gerakan tari Pakarena tersebut dalam kostum cerah berwarna merah, putih, hijau dan kuning. Kostum lengkapnya tediri dari baju pahang (tenunan tangan), lipa ’sa’ be
(sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan perhiasan-perhiasan berupa
kalung, gelang dan hiasan sanggul, dan tidak boleh ketinggalan kipas
berukuran besar.
Bagi masyarakat Goa dan Makassar, tarian ini sudah menjadi bagian dari hidup dan cerminan ideologi. Tarian ini juga merupakan media penghubung antara mereka dengan Tuhan. Keindahan tarian pakarena patut dilestarikan dan dinikmati bukan karena nilai jualnya tapi karena nilai maknanya juga.
Berikut Video Tari Pakarena
0 komentar
Posting Komentar