Angngaru berasal dari kata Aru yang jika
diartikan secara harfiah berarti melakukan amuk. Namun jika kita
melihat esensi dari arti angngaru atau aru, maka kita dapat menarik
kesimpulan bahwa arti dari angngaru atau aru adalah sebuah ikrar setia
yang dilakukan oleh seorang to barani (prajurut atau panglima perang)
dihadapan sang raja.
Angngaru atau aru dimaksudkan untuk
menunjukkan kesetian bawahan kepada pimpinannya. Angngaru atau aru
sendiri jika dideskripsikan adalah seorang tobarani mencabut badiknya
sambil melapalkan dengan garang syair-syair sakral angngaru (lihat
syairnya dibawah) dihadapan sang pimpinan atau raja, To Barani yang
sedang melakukan ritual sakral angngaru konon katanya tidak dimakan
besi, orang yang melakukan ritual ini kadang menusukkan badik ke leher
atau tubuh mereka, namun badik yang tajam itu tidak melukai sang To
barani. Ritual Angngaru atau aru ini diiringi dengan irama ganrang
tunrung pakanjara’ (gendang tabuh amuk).
Pada masa kekinian, ritual aru atau
angngaru masih dapat kita jumpai pada ritual pesta perkawinan pada suku
Makassar, serta pada acara-acara atau ceremony yang dilaksanakan di
Sulawesi Selatan, namun kegiatan sakral angngaru atau aru ini hanya
lebih kepada ritulaisme kesenian saja.
Berikut ini Syair Sakral Angngaru:
Syair Angngaru (Aru)
Bismillahir rahmanir rahiim
Ata, karaeng
Tabe’ kipammopporang mama’
Ri dallekang labbiritta, ri sa’ri karatuanta, ri empoang matinggita
(Bismillahir rahmanir rahiim
Hamba, Sang raja
Permisi maafkan hamba
Didepan kemulian baginda, di samping kegembiraan Baginda, ditempat duduk tertinggi baginda)
Inakke mine karaeng, lapunna Moncongloe
Nakareppekangi sallang karaeng…, Pangngulu ri barugayya…
Nakatepokangi sallang karaeng…, Pasorang attangnga parang…
(Sayalah baginda, ayam jantan dari Moncongloe
Memecahkan nanti baginda,… hulu [hulu badik] di istana…
Mematahkan nanti baginda,… gagang tombak di tengah medan [medan pertempuran]….
Inai-inaimo sallang karaeng…, Tamappattojengi tojenga, Tamappiadaki adaka,
Kusalaagai sirinna, kuisara parallakkenna…
Berangja kunipatebba, pangkulu’ kunisoeyyang
(Siapa-siapa saja baginda…., yang tidak menjunjung kebenaran, yang tidak menjujnjung adat,
Saya Bajak kolong rumahnya, ku garuk rumahnya….
Saya lah parang siap ditebaskan, gagang [gagang pedang] siap di kibaskan)
Ikau anging karaeng, naikambe lekok kayu
Mirikko anging namarunang lekok kayu
Iya sani madidiyaji nurunang…
(Engkau angin baginda, dan hamba adalah daun kayu
Semilirlah angin yang menjatuhkan daun kayu
Daun kuning-lah engkau jatuhkan…)
Ikau je’ne’ karaeng, naikambe batang mammayu
Solongko je’ne’ namammayu batang kayu
Iya sani sompo bonangpi kianyu…
(Engkau Air baginda, dan hamba adalah sebongkah batang kayu yang hanyut
Mengalirlah air, menghayutkan sebongkah batang kayu
Dan nanti jika sudah pasanglah air.. sebongkah kayu itu akan hanyut….)
Ikau jarung karaeng naikambe banning panjai’
Ta’leko jarung namminawang bannang panjai’
Iya sani lambusuppi nakontu tojeng…
(Engkaulah Jarum baginda, dan hamba adalah benangnya
Keseberanglah engkau jarum, dan benangnya akan ikut
Yang luruslah yang benar)
Makkanamamaki mae karaeng naikambe mappa’jari
Mannyabbu’ mamaki karaeng naikambe mappa’rupa
(bertihtahlah baginda, dan hamba akan realisasikan
Menyebutlah baginda, dan hamba akan mewujudkannya)
Punna sallang takammaya aruku ri dallekanta’
Pangkai jerakku, tinra’ bate onjokku
Pauwang ana’ ri boko, pasang ana’ tanjari
Tumakkanayya’ karaeng natanarupai janjinna
(Jika nanti tidak saya mengingkari ikrar ini yang hamba ucapkan di depan baginda
Tandai Kuburanku, patoklah bekas kakiku
Ceritakan kepada keturunan, pesankan kepada seluruh keturunan
Yang berikrar baginda, tapi tidak menepati ikrarnya)
Sikammajinne aruku ri dallekanta
Dasi nadasi nana tarima pa’ngaruku
Salama’
(demikianlah ikrarku didepan baginda
Semoga ikrar hamba diterima
Selamat)
0 komentar
Posting Komentar